Selasa, 04 Agustus 2015

DETIK PART 1


detik yang lalu.
aku resah, melihat jarum bergerak begitu lambat di arlojiku. pagi itu hari masih gelap, jalanan belum ramai oleh kendaraan, ransel besar menempel dipunggungku. dingin. menoleh ke kanan dan ke kiri, dan berharap aku menemukan sosok yang aku tunggu sedari tadi.
tampaklah dari kejauhan, motor butut merah dan pengendaranya yang sumringah, mendekatiku dan kemudian dengan riang menyambutku.
"sayaaaaaang maaf tadi motorku mogok lagi" seruan itu membuatku semakin kesal, tapi apa boleh buat, rinduku padanya lebih besar lagi dari rasa kesalku.
aku kemudian buru-buru naik ke motor butut merah milik pacarku itu. lagipula perutku sudah mulas sejak sejam lalu, aku butuh toilet secepatnya.
"bisa lebih cepat?" ujarku pada rama. sementara motornya benar-benar berjalan sangat lambat menyusuri jalanan pagi di kota surabaya. lampu "sparkling surabaya" di taman bungkul masih menyala, berkelip-kelip. aku mendekap punggung rama, dan dibalasnya dengan genggaman tangan kirinya yang tidak memegang setir. begitu hangat. begitulah pertemuanku dengan rama, pasangan jarak jauhku yang aku rindukan, setelah beberapa bulan kami berpisah surabaya-denpasar.
rama melajukan motor merahnya ke sebuah kontrakan sederhana, tempatnya tinggal, dan akan menjadi tempatku tinggal untuk beberapa hari ini.

detik ini.
aku membuyarkan lamunanku tentang rama. sudah cukup lama rasanya aku melamun, kemudian aku tersenyum kecil. melihat ke arah taman didepan mataku. ini adalah taman belakang rumahku, begitu hijau, beralaskan rumput dan disisinya dikelilingi bonsai berbunga merah jambu. ada sebuah pohon besar diujung jalan setapak buatan, dan kursi taman berwarna putih yang begitu kontras dengan warna rumputnya.
suasana sore ditaman belakang ini memang sangat pas untuk tempat melamun. 
"ma, anya jadi privat matematika?" suara kecil itu datang dari ruang tengah. aku menoleh melihat anya, melihatnya begitu sibuk mencari buku-buku didalam tasnya.
"sini mama bantu" kataku yang kemudian menghampiri anya, tak tega melihatnya berkutat sendirian.
anya panggilan untuk xaviera alanna putri arsa. umurnya masih 5 tahun dengan rambut sebahunya yang lurus dan hitam dan badannya yang gempal tapi tinggi. sore itu memang jadwal anya untuk privat, dan aku memang sudah harus bersiap-siap.
diperjalanan bersama anya, ia bernyanyi, tertawa, bicara banyak hal yang ia lihat. menemani aku menyetir mobil ditengah kemacetan.
"mama kenapa mobil itu harus ada spionnya?" salah satu pertanyaannya yang membuatku kadang terpingkal. oh anya, kamu memang anakku.

detik yang akan datang.
aku dan rama duduk berhadapan di salah satu meja restaurant massimo. kami bertatapan, tak bicara. makanan tak ada yang tersentuh. rama tampak berusaha mengatakan sesuatu tapi tak juga keluar dari bibirnya. sedangkan aku hanya mengutak atik layar iphoneku. dan sesekali melihat rama yang masih begitu saja sejak sejam yang lalu.
"ga akan ada yang pernah tahu ya" akhirnya suara itu keluar dari bibirnya. memecah kesunyian meja kami. aku kemudian memencet tombol lock dan meletakkan iphoneku. aku lebih tertarik melihatnya bicara kali ini.
"kita ga akan pernah tahu, apa yang terjadi. bahkan sedetik kemudian" ujarnya datar.
percakapan kami begitu aneh. aku hanya membalasnya dengan tersenyum, melihatnya begitu tenang, tanpa ke khawatiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar