Selasa, 04 Agustus 2015

DETIK PART 2


detik yang lalu.
aku menutup teleponku, menahan tangisan. rasanya ingin mati saja.
"kita sudah tidak cocok, aku lebih memilih fokus kuliah. jangan bahas hubungan kita lagi" kata-kata rama yang tidak akan pernah aku lupakan.
hampir saja aku depresi, mendapat sebuah penolakan begitu menyakitkan. hubungan kami yang sudah hampir empat tahun akhirnya kandas juga. rama, tidak lagi memperjuangkanku. seperti saat kami dulu saling berjuang untuk bertemu.
tidakkah rama mengingat bagaimana perjuanganku, menunggunya, setia bersamanya, memberikan sebagian dariku untuknya, selama beberapa tahun ini.
ia meninggalkanku begitu saja. begitu saja tanpa toleransi perasaan sedikitpun.
perasaanku hancur seketika, melihatnya begitu cepat bahagia sementara aku disini begitu menderita. menangis setiap hari tanpa jeda.

detik ini.
"aku merindukanmu. bisa kita bertemu?" rama membuka obrolan ditelepon pagi itu.
"iya rama di massimo siang ini. sampai bertemu" kataku terburu-buru pada rama kemudian menutup telepon. pekerjaanku harus selesai sebelum siang. karena siang ini ada janji penting.

"aku mau ice cream vanilla pa" anya bergelayutan di lengan papanya. siang itu di massimo, sepulang sekolahnya aku mengiyakan ajakannya untuk bertemu dengan anya di massimo. untuk lunch bersama. 
hari ini sepulangku dari kantor, aku segera bertemu mereka di massimo sampai-sampai aku memesan meja sebelumnya. 


detik yang akan datang.
setelah banyak hal yang diucapkan rama. aku hanya berdiam saja, tidak menjawab apapun karena aku belum menemukan jawaban yang tepat untuk semua yang rama katakan barusan.
"mamaaaaaa" teriak anya dari kejauhan.
suara anya menyeruak suasana heningku dan rama. anya menggengam ice cone vanilla massimo kesukaannya. ia bergandengan dengan seorang pria yang mengantarnya menghampiri mejaku.
aku bangkit dari dudukku, tertawa melihat anakku. mengambil posisi bersiap karena sudah tahu sebentar lagi anya akan melompat ke pelukanku.
"hai sayaaaang" kataku pada anya yang memelukku begitu erat. 
aku berdiri lagi, melihat pria yang datang bersama anya. tersenyum kearahnya.
"rama, perkenalkan. ini andi. suamiku" kemudian pria tadi menyambut hangat berjabat tangan pada rama "dan ini anakku, anya, xaviera alanna" ujarku menyambung perkenalan.
"pa, ini rama. dokter rama" ucapanku tertutup, mengisyaratkan sesuatu. dan andi mengerti maksudku tentang siapa laki-laki yang aku perkenalkan kepadanya. 
rama hanya berdiam. menatapku dengan banyak pertanyaan. tapi aku rasa, keadaan ini sudah cukup menjawab semua pertanyaannya.
"sudah selesai berbincangnya? ayo makan siang sama-sama" ujar suamiku menawarkan makan siang bersama kepada rama sembari merangkulku.
"maaf andi, saya harus kembali ke rumah sakit. ada yang harus diselesaikan" ujar rama lirih.
"sayang sekali, kita belum banyak berbincang" ujar suamiku.
rama kemudian berpamitan. dan menatapku begitu emosional. bukan marah. tapi tatapan yang mengisyaratkan ketidakadilan. karena aku tahu betul rama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar