detik yang lalu.
aku menutup teleponku, menahan tangisan. rasanya ingin mati saja.
"kita
sudah tidak cocok, aku lebih memilih fokus kuliah. jangan bahas
hubungan kita lagi" kata-kata rama yang tidak akan pernah aku lupakan.
hampir
saja aku depresi, mendapat sebuah penolakan begitu menyakitkan.
hubungan kami yang sudah hampir empat tahun akhirnya kandas juga. rama,
tidak lagi memperjuangkanku. seperti saat kami dulu saling berjuang
untuk bertemu.
tidakkah rama mengingat bagaimana perjuanganku, menunggunya, setia bersamanya, memberikan sebagian dariku untuknya, selama beberapa tahun ini.
ia meninggalkanku begitu saja. begitu saja tanpa toleransi perasaan sedikitpun.
tidakkah rama mengingat bagaimana perjuanganku, menunggunya, setia bersamanya, memberikan sebagian dariku untuknya, selama beberapa tahun ini.
ia meninggalkanku begitu saja. begitu saja tanpa toleransi perasaan sedikitpun.
perasaanku
hancur seketika, melihatnya begitu cepat bahagia sementara aku disini
begitu menderita. menangis setiap hari tanpa jeda.
detik ini.
"aku merindukanmu. bisa kita bertemu?" rama membuka obrolan ditelepon pagi itu.
"iya
rama di massimo siang ini. sampai bertemu" kataku terburu-buru pada
rama kemudian menutup telepon. pekerjaanku harus selesai sebelum siang.
karena siang ini ada janji penting.
"aku
mau ice cream vanilla pa" anya bergelayutan di lengan papanya. siang
itu di massimo, sepulang sekolahnya aku mengiyakan ajakannya untuk
bertemu dengan anya di massimo. untuk lunch bersama.
hari ini sepulangku dari kantor, aku segera bertemu mereka di massimo sampai-sampai aku memesan meja sebelumnya.
detik yang akan datang.
setelah
banyak hal yang diucapkan rama. aku hanya berdiam saja, tidak menjawab
apapun karena aku belum menemukan jawaban yang tepat untuk semua yang
rama katakan barusan.
"mamaaaaaa" teriak anya dari kejauhan.
suara
anya menyeruak suasana heningku dan rama. anya menggengam ice cone
vanilla massimo kesukaannya. ia bergandengan dengan seorang pria yang
mengantarnya menghampiri mejaku.
aku
bangkit dari dudukku, tertawa melihat anakku. mengambil posisi bersiap
karena sudah tahu sebentar lagi anya akan melompat ke pelukanku.
"hai sayaaaang" kataku pada anya yang memelukku begitu erat.
aku berdiri lagi, melihat pria yang datang bersama anya. tersenyum kearahnya.
"rama,
perkenalkan. ini andi. suamiku" kemudian pria tadi menyambut hangat
berjabat tangan pada rama "dan ini anakku, anya, xaviera alanna" ujarku
menyambung perkenalan.
"pa,
ini rama. dokter rama" ucapanku tertutup, mengisyaratkan sesuatu. dan
andi mengerti maksudku tentang siapa laki-laki yang aku perkenalkan
kepadanya.
rama hanya berdiam. menatapku dengan banyak pertanyaan. tapi aku rasa, keadaan ini sudah cukup menjawab semua pertanyaannya.
"sudah
selesai berbincangnya? ayo makan siang sama-sama" ujar suamiku
menawarkan makan siang bersama kepada rama sembari merangkulku.
"maaf andi, saya harus kembali ke rumah sakit. ada yang harus diselesaikan" ujar rama lirih.
"sayang sekali, kita belum banyak berbincang" ujar suamiku.
rama
kemudian berpamitan. dan menatapku begitu emosional. bukan marah. tapi
tatapan yang mengisyaratkan ketidakadilan. karena aku tahu betul rama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar