Sabtu, 17 Oktober 2015

tenang

masih bertaut dipikiranku, sore itu, aku duduk dikursi kayu, menengadahkan badanku bersandar, kakiku menampak pada rerumputan basah, tidak beralas, secangkir kopi mengepul panas dimeja kayu disebelahku. aroma tanah berembun. aku melihat beberapa tupai berlompatan diantara pepohonan didepanku, atau sesekali burung melewati langit cerah tepat diatas mataku. suasana menenangkan senja itu, tidak ada ke khawatiran sedikitpun. yang ada hanya rasa aman dan nyaman. tidak aku dengar suara gaduh apapun disekitarku, hanya gesekan dedaunan yang diterpa angin berbisik perlahan. atau dari kejauhan terdengar gemericik air dari sepetak kolam ikan diujung lain taman itu. aku memeluk tubuhku sendiri, mengencangkan sweater wol yang merajut tubuhku, dan sesekali telapak tanganku mencari kehangatan dengan menggosok-gosokkan nya secara bersamaan. tidak ada yang ingin aku ungkapkan mengingat suasana ini. hanya saja aku merindukannya, merindukan sebuah ketenangan, tidak ada kecemasan, yang ada hanya aku dan semua yang aku sebutkan diatas. aku ingin kembali ke waktu itu, dimana aku masih bisa duduk tenang menata waktu demi waktuku. sebuah masa dimana tidak ada setitikpun masalah membelengu di alam bawah sadarku.
 
setelah menghabiskan setengah cangkir kopi dan membiarkannya dingin dengan sendirinya, kakiku membawaku kesebuah sudut taman ini. sebuh sudut tepat dibawah pohon besar masih beralaskan rerumputan. ayunan kayu bergelantungan terbawa angin disana. aku mengenyakkan tubuhku, duduk dan kemudian berpegangan pada kedua sisi talinya. tepat didepanku, kebun sayuran membentang luas. menghijau sejauh manapun mataku menelusurinya. aku mengayun ayunkan perlahan badanku. mendorong kedepan dan kebelakang. tak sadar bahwa aku sudah mulai memejamkan mataku, memikirkan semua hal yang aku cintai. kemudian mulai meneteskan air mata. air mata yang sudah sejak lama menggenang dipelupuk mataku, kini menyeruak keluar, mengalir dengan lembut ke wajahku. air mata yang mendambakan ketenangan. air mata yang merindukan kehangatan.

aku menyantap dua potong roti yang baru saja keluar otomatis dari alat pemanggang roti. suara "tring" nya memecah heningnya dapur kecil disudut rumah ini. dapur dengan alas kayu dan tembok kayu, terpoles licin dan kilat. tidak aku rasakan kesendirianku saat itu, yang ada hanya hasrat untuk mengunyah menikmati sepotong demi sepotong roti panggang tanpa rasa ini. aku mulai merindukan, kehangatan seperti roti panggang ini. aromanya membawaku kepada saat dimana hati ini begitu damai.
 
kegelisahan demi kegelisahan aku rasakan kian hari. kemudian aku mulai menundukkan kepala. bahwa semua suasana yang aku ceritakan dibuat oleh Tuhan. bahwa sebenarnya aku mencari sebuah kedamaian kepada Tuhan. bahwa aku sedang sibuk menemukan ketenangan pada ciptaanNya. lalu mengapa aku tidak kerumahNya saja? aku yakin disana, tanpa semua hal yang aku cintai, aku akan sangat merasa dicintai dan lebih dari itu aku akan tenang.
 
aku kemudian membasuh wajah, kaki dan tanganku, dan menyalakan dua batang dupa. bersimpuh dengan sederhana, mengucapkan kalimat kalimat sederhana. memohon untuk penghentian pencarianku akan kedamaian dan ketenangan di dunia. karena sebenarnya, disinilah seharusnya aku mencari itu semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar